Home » » Risalah Dari Nusakambangan (Bagian 20) : Kapan Futuh?

Risalah Dari Nusakambangan (Bagian 20) : Kapan Futuh?

Written By Anonim on Minggu, 08 September 2013 | 20.20


Risalah Dari Nusakambangan (Bagian 20) : Kapan Futuh?


Berikut Risalah Dari Nusakambangan Bagian Ke-20 yang berjudul lengkap, “Futuh kapan? Cepat atau lambat jawaban ada pada keringat dan darahmu!” Dalam episode kali ini Bung Irhab membahas tuntas persoalan futuh (penaklukan) Islam, kapan waktunya, dan dengan cara bagaimana, dan cukupkah hanya dengan omdo dan teori saja? Silahkah menikmati!

“Demi waktu… Saudaraku, kalian yang mengerti arti sebuah waktu, dan paham makna waktu untuk transformasi ke dalam bahasa “kekuatan,” ”parit.” Itulah bahasa yang tidak mengenal KO, futur dan lari sebelum bertanding, kecuali untuk siasat perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yag lain”

Waktu berbicara, cepat atau lambat maka pertarungan di lembah Badar pun dimenangkan… Waktu, cepat atau lambat, perang Uhud pun menjadi saksi antara menang dan kalah …

Waktu, cepat atau lambat, maka perang Ahzab pun harus diakui sebagai kemenangan yang “mengherankan,” kemenangan tanpa perang dan negoisasi sekalipun, sedangkan musuh global, apa yang disebut PBB hari ini, PBB yang pernah menggebuk rame-rame Iraq, Afghanistan, dan siapapun yang bercita-cita ”Khilafah Islamiyah” harga mati …

Waktu, cepat atau lambat, maka Madinah, Mekah, dan Jazirah Arab pada umumnya pun jatuh dan futuh seketika, sejarah tersingkat dalam sejarah penaklukan untuk segala zaman.

Waktu, cepat atau lambat, maka Mu’tah terjadi sebagai shock terapi dan memberi sinyal kepada adi daya bahwa, kelompok kecil bisa menjadi cabe rawit, kelompok besar pun harus mengakuinya …

Waktu, cepat atau lambat, maka adi daya, Persia-Romawi pun harus bertekuk lutut di bawah telapak kaki kaum ”cabe rawit,” kaum yang percaya penuh kepada firman Rabb nya:

“Maka Ketika Talut membawa bala tentaranya dia berkata, “Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai. Maka barang siapa meminum (airnya), dia bukanlah pengikutku. Dan barang siapa tidak meminumnya, maka dia adalah pengikutku kecuali menciduk seciduk dengan tangan.” Tetapi mereka meminumnya kecuali sebahagian kecil di antara mereka. Ketika dia (Talut) dan orang-orang yang beriman bersamanya menyeberang sungai itu, mereka berkata, Kami tidak kuat lagi pada hari ini melawan Jalut dan bala tentaranya.” Mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan idzin Allah.” Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. 2 : 249)

Waktu, cepat atau lambat, maka saksikanlah sejarah demi sejarah, sejarah pergulatan ideologi, al-haq vs bathil, pergulatan hidup dan matinya ideologi, maju dan mundurnya politik, dan segala bentuk kekuasaan atas Nama Tuhan, maka lihat dan perhatikan lembaran sejarah, sejarah emas Islam, ideologi atas nama ALLAH, Rabb semesta alam, bahwa jihad, jihad, dan jihad telah meruntuhkan peradaban jahiliyah, peradaban kaum dan siapapun yang mengklaim apa yang diklaim Fir’aun, apa yang di klaim Abu Jahal cs : Demi Latta, Uzza, dan Manath, yang berkata :

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul.” Mereka menjawab, “Cukup lah bagi kami apa yang kami dapati dari nenek moyang kami (mengerjakannya).” Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (QS. 5 : 104)

Atau klaim-klaim para manusia yang menjadikan ”Hawa Nafsu” sebagi terminal, terminal ideologi, falsafah dan tujuan duniawi yang menjadi sampah hidupnya, sampah yang kelak menjadi kayu bakar, Nau’dzubillah.

Waktu, cepat atau lambat, bahwa Islam lewat para generasi kesatria, dari waktu ke waktu berhasil mempertontonkan kepada dunia sebagai ”Pahlawan Agung,” pahlawan tanpa janji-janji, tanpa teori dan tanpa OMDO, akan tetapi kerja, amal nyata, dan bukti riil di balik keringat dan darahnya. Adakah keringat dan darah melebihi keringat dan darah dibalik debu dan parit jihad…?

Begitulah amal nyata Islam, sebagai ideologi peradaban dan falsafah hidup. Sungguh benar bahwa, jihad adalah ruhnya Islam, wahai kaum yang berakal: bagaimana Islam bisa tanpa ruh…?

Wahai kaum phobia jihad, matilah kalian karena hidup mu tanpa ruh, bagaiman kalian bermimpi tentang keadilan, kemakmuran, kedamaian lalu bernyanyi ”Rahmatan lil ‘alamin,” sedangkan kalian membuat jihad sebagai ruh terlepas dari badannya dan membuat Islam ditertawakan oleh musuh karena terlalu lama di atas teori dan OMDO.

Sungguh sejarah emas yang telah lama terukir, sejarah jihad sebagai kerja nyata, dan peradaban dari baliknya, tidak akan terukir lagi, selagi teori dan OMDO yang menghiasi Kampus, Forum, Mimbar, Tabgligh akbar, Majelis ta’lim dan arena-arena kajian dan diskusi dipenuhi “pemasungan jihad” dan melabelisasi Mujahidin sebagai “Teroris” yang penuh konotasi buruk, konotasi yang diinginkan AS, Yahudi dan musuh-musuh Islam lainnya, musuh yang berbaju Demokrasi, Kapitalis, Sosialis, Paganis dll, semua bersatu padu, mengerahkan moncong bedil untuk kehancuran Islam dan kaum Muslimin …

Waktu, cepat atau lambat, Islam dan kejayaan kaum Muslimin akan hadir, menempati posisi tanpa batas, posisi tertinggi di atas kekuasaan manapun, siapapun harus memperhitungkannya karena nilai tawar tidak berubah oleh iklim ekonomi mau pun politik, oleh apapun meski negeri rata dengan tanah, meski nyawa terkoyak dan tercabik oleh desingan peluru, dentuman bom, semua bukan persoalan karena harga diri dan kebenaran Islam harga mati …

Taliban, di bawah pimpinan Mullah Umar, sang kesatria ulung harus berjibaku dengan kekuatan Global (AS, NATO, PBB, dll), demi seorang Usama bin Laden, persoalnnya bukan pribadi Usamah-nya tapi harga diri dan Islamnya, sedangkan di sisi lain AS dan sekutunya, pribadi Usamah bukanlah alasan utama mengoyak Afghanistan sampai tidak tersisa seekor semut pun di atasnya, alasan Usamah hanyalah batu loncatan dan legal hukum yang dianggap logis, padahal sejatinya adalah program demokratisasi, menghancurkan Taliban sebagai musuh demokrasi dan dianggap sebagai bibit Imarah menuju khilafah Islamiyah, sungguhpun dari itu tidak terlepas dari penjajahan ekonomi, terbukti ladang opium menjadi ongkos perang, biaya perang yang mencekik terobati dari ladang haram itu, ladang yang di masa Taliban dimusnahkan dan pecandunya dihukum dengan nilai jera yang tinggi, yang memungkinkan pelakunya berpikir untuk tidak mengulanginya.

Al-Qaeda, Taliban, dan Mujahidin global, bagi musuh adalah bom waktu menuju khilafah, oleh karena itu ”War on Terror” harga mati, kampanyenya dan penggalangan dilakukan di seluruh dunia. Indonesia salah satu di antara sekian banyak negara terlibat di dalam “War on Terror”sehingga tanpa kompromi korban berjatuhan… Para ustadz, santri, aktifis Islam bahkan Muslimah harus meringkuk dibalik jeruji “War on Teror,” ada dollar ada korban, silahkan tanya Densus 88…?

Waktu, cepat atau lambat sebagai pelaku sejarah, kita harus berlari karena sejarah kita tidak berlaku surut, yang berlalu hanyalah ibroh untuk mendulang hari esok, hari di mana FUTUH harus kita raih, hari esok adalah sejarah emas, hari yang dimulai dari kepenatan dan keletihan, harta dan nyawa sebagai tumbal, tidak ada selain bahasa “kekuatan.”

Musuh, di manapun mereka, untuk hegemoni, agama dan penjajahannya, mereka selalu berbicara kekuatan, harta dan nyawa pun menjadi bukti betapa mereka gigih… Perang dunia II, Jepang harus memberi tumbal 2,5 prajurit, Jerman, USS, AS, dll lebih banyak lagi, belum lagi hari ini di saat AS, NATO, dll membawa ratusan ribu prajurit ke Iraq, Afghan, dll, coba, berapa banyak lagi yang menjadi tumbal di sana…?

Sungguh sejarah pergolakan adalah sejarah “NYAWA,” untuk futuh, bukan sejarah ”tidur dan duduk-duduk,” bukan sejarah nostalgia futuh Mekah, futuh timur, dan barat, futuh masa lalu yang tercatat itu, sekali-kali bukan akan tetapi esok, hari futuh di mana anak-cucu bernostalgia dengannya, dimana antum-antum akan disebut “pahlawan”seagaimana ana hari ini berbicara “kepahlawanan” singa-singa mujadid, Dr. Abdullah Azzam, jendral Khattab, amir Istisyhadiyah Az-Zarqowy, Syekh Usamah sang penantang kapitalis, kepala ular bernama Amerika, dan sederetan nama-nama atau pahlawan Islam, pahlawan yang hidup untuk Islam, bukan Islam untuk diri dan perutnya. Itulah sejatinya hidup.

Waktu, adalah saksi, waktu adalah ibadah, waktu adalah kerja, waktu dan waktu yang akan berlalu, sedangkan umur kita pun berlalu, seolah-olah berlomba dengan waktu. Allahu Akbar… Allahu Akbar … Allahu Akbar!

Sungguh, futuh akan datang, sedangkan kita berlalu tanpa setetes keringat pun, apalagi darah…? Sungguh sedih, memalukan, dan miris, di saat musuh bekerja untuk kekafirannya, sedangkan kita absen di tengah kesibukan dunia yang dibuat-buat, kesibukan yang mubadzir, waktu yang mubadzir, umur mubadzir, segalanya penuh mubadzir: ”Sesungguhnya mubadzir adalah temannya syetan.”

Saudaraku, futuh apa yang ditunggu, sedangkan kita, harta dan nyawa mubadzir dan berlalu begitu saja, tanpa sedikit dan sepeser pun rupiah dan dollar, untuk program futuh yang dicita-citakan…? Jangan bermimpi… Jangan bercita-cita… Jangan berharap… Sedangkan futuh tidak butuh OMDO dan teori ompong melompong.

13 Syawal/22-08-2013

Bung Irhab

Al-Mustaqbal Channel
Sebarkan berita ini ya ikhwah! :
 
Support : Creating Website | Mujahidin | Mujahidin
Copyright © 1434 H / 2013 M. By Ridwan Kariem | Tauhid Media
Template Modified by Creating Website Published by Mujahidin
Proudly powered by Mujahidin