Manaqib Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani |
Banyak kita jumpai orang yang sangat mengagung-agungkan “ibadah” bacaan manaqib bahkan melebihi ibadah sunnah. Mereka berkeyakinan agar “wasilahnya” cepat sampai dan terkabul. Misalnya, membuat ayam ungkep utuh (ingkung-Jawa), yang dimasak oleh wanita suci dari hadast, lalu yang boleh menyembelih harus orang sudah berijazah dari gurunya (telah mengkhatamkan bacaan manaqib sebanyak 40 kali). Di saat pembacaan manaqib, sudah menjadi keyakinan bagi para jamaahnya untuk membawa botol berisi air yang diletakkan di depan Imam atau gurunya, konon air tersebut dipercaya membawa berbagai macam berkah.
Khasiat lainnya yakni apabila seseorang mempunyai keinginan tertentu (usaha dan rejeki lancar, pandai, atau nadhar lainnya), mereka membaca bersama-sama pada hari yang ditentukan, misalnya tiap Rabu Kliwon, Pon, bahkan ada yang disertai dengan pembakaran kemenyan atau parfum wewangian agar ruh sang tokoh hadir ikut mendoakannya, karena “konon” ada pendapat bahwa Syaikh Abdul Qodir Jaelani pernah berkata, “Dimana saja dibacakan manaqib-ku aku hadir padanya”
Para pelaku manaqib tersebut berkeyakinan, bahwa bacaan itu adalah suatu amalan agung yang di ajakan guru-gurunya meskipun tidak jelas sumber asalnya. Namun jika kita kaji lebih dalam, kata manaqib berasal dari “manqobah” berarti kisah tentang kesolehan, dan amal seseorang. Jadi membaca manaqib, sama saja dengan membaca biografi atau cerita kebaikan seseorang Namun sayang, manaqib disini banyak mengisahkan cerita-cerita bohong, dan tidak masuk akal. Ironisnya lagi, dengan dalih sebagai bukti kecintaannya kepada waliyullah, mereka selalu membaca, mengingat, bahkan memanggil dan memohon roh wali yang sudah mati (Abdul Qodir Jailani-red) untuk perantara. Jika sudah seperti ini yang di dapat adalah…..kesyirikan. Karena menghadirkan roh orang yang sudah mati adalah mustahil, yang datang adalah jin yang berubah rupa atas bantuan tukang sihir bangsa jin.
Sedangkan berbagai cara dan persyaratan ritual manaqib sangat mirip sekali dengan cara-cara zaman jahiliyah dan budaya orang-orang musyrik dalam berinteraksi dengan para dewanya (bangsa jin). Bedanya sekarang mereka beralasan tidak menyembah roh tapi sebagai bentuk taqarruban (mendekatkan diri) dan wasilah (perantara) kepada Allah. Padahal Allah sendiri telah memperingatkan dengan keras dan tegas dalam firman-Nya:
“Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalaupun mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (QS. Faathir: 14)
Cerita-cerita bohong dan sesat didalam bacaan manaqib antara lain :
Syaikh Abdul Qadir Jailani pernah duduk selama 3 tahun dengan tidak bergeser dari tempatnya karena ketaatannya kepada nabi Khidir.Pada waktu pertama kali masuk Irak, Syaikh Abdul Qadir Jailani ditemani Khidir, dan Syaikh belum pernah mengenalnya sebelum itu. Kemudian Khidir memberikan isyarat kepadanya agar ia tidak disalahi dan kalau sampai hal itu terjadi maka akan menjadi sebab perpisahan antara keduanya. Maka berkatalah Khidir kepadanya : Duduklah di sini ! Maka beliaupun duduk ditempat yang ditunjuk oleh Khidir itu selama tiga tahun, yang selalu dikunjunginya setiap setahun sekali dan katanya lagi: Janganlah engkau bergeser dari tempat itu sampai aku datang [Lubabul Ma'ani hal. 20]
Bantahan :
Cerita ini terlalu mengada-ada. Duduk selama 3 tahun tanpa beranjak/bergeser dari tempat duduknya adalah mustahil. Bagaimana Syaikh Abdul Qadir Jailani mengambil air wudhu, Shalat Jum’at dan Shalat ‘Id ?
Diceritakan juga bahwa Syaikh Abdul Qadir Jailani pernah bermimpi junub sebanyak 40 kali dalam waktu semalam.[Lubabul ma'ani, hal. 20-21]
Bantahan :
Kebohongan yang luar biasa, cukupkah waktu untuk 40 kali tidur, 40 kali bermimpi bersetubuh dan 40 kali mandi janabat ?
100 ulama merobek-robek baju sendiri [Lubabul Ma'ani, hal. 23-24]
Bantahan :
Sungguh tidak masuk akal dan tidak pernah terbayang dalam angan-angan orang yang normal akalnya bahwa seorang yang saleh dan ulama yang ikhlas seperti Syaikh Abdul Qadir Jailani sampai hati melihat para ‘aimmah merobek-robek pakainnya dan bertingkah polah seperti orang yang tidak waras.
Di antara kekeramatan Syaikh Abdul Qadir Jailani, bahwa seekor burung Elang yang terbang di atas majlis syaikh, dimohon kepada angin agar dipenggal leher burung tersebut, maka putuslah leher burung Elang tersebut.[Lubabul Ma'ani, hal. 59]
Bantahan :
Burung adalah binatang yang tidak dibekali akal seperti manusia dan tidak dibebani tata tertib hidup serta tidak terikat dengan berbagai aturan sesamanya. Ia terbang mengikuti naluri hayawani tanpa memperdulikan apakah ada makhluk lain yang terganggu olehnya. Maka alangkah teganya hati Syaikh Abdul Qadir Jailani untuk membunuh burung Elang tersebut.
Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu. (QS. Al Mulk : 19)
Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
(QS. An Nur : 41)
Diantara kekeramatan lainnya. Matinya seorang pelayan karena sorotan mata Syaikh Abdul Qadir Jailani karena kesalahannya tidak sudi meletakkan kendi kearah kiblat.[Lubabul ma'ani, hal. 58-59]
Bantahan :
Peristiwa kesalahan yang tidak patal sehingga membuat Syaikh Abdul Qadir Jailani untuk membunuh, apakah mungkin dilakukan bagi seorang syaikh yang berakhlaq mulia ?
Syaikh Abdul Qadir Jailani menjamin para muridnya masuk surga [Lubabul Ma'ani, hal. 80-81]
Bantahan :
Tak mungkin lebih hebat daripada Rasulullah yang sama sekali tidak bisa menjamin umatnya masuk surga
Syaikh Abdul Qadir Jailani mengejar Malaikat Maut untuk membatalkan kematian salah seorang muridnya, sehingga Malaikat Maut mengembalikan lagi ruh yang sudah dicabut tadi. [Dikutip dari Tafsir al manar, Rasyid Juz XI hal. 423, oleh HAS. Al Hamdani dalam bukunya Sorotan terhadap Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani]
Bantahan :
Ajal seseorang Allah yang menentukan dan tidak bisa dimajukan atau dimundurkan, bagaiman mungkin syaikh dapat menunda ketentuan yang sudah Allah tetapkan, Sedang Allah Ta’ala berfirman:
“Tiap-tiap umat itu mempunyai batas (timing ) ajal; maka jika telah datang ajalnya mereka tidak dapat mengundurkan barang sesaatpun dan tidak dapat pula memajukannya.” (QS. Al A’raf:34).
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila datang waktu ajalnya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Munafiqun:11).
Beberapa nasehat Beliau;
“Janganlah berbuat bid’ah dan sesuatu yang baru dalam agama Allah. Ikutilah para saksi yang adil berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah karena keduanya akan mengantarkanmu kepada Tuhanmu ‘Azza wa Jalla. Jika kamu berbuat bid’ah, saksimu adalah akal dan hawa nafsumu sendiri. Keduanya akan mengantarkanmu kepada neraka dan mempertautkanmu dengan Fir’aun, Haman, beserta bala tentaranya. Jangan engkau berhujah dengan qadr, karena itu tidak akan diterima darimu. Engkau harus masuk Darul Ilmi dan belajar, beramal, lalu ikhlas”. (Syaikh Abdul Qadir Jailani dlm Al Fath Ar Rabbani, al Majlis 47)
“Ber-ittiba’lah dan jangan berbuat bid’ah. Patuhilah dan janganlah membangkang. Bersabarlah dan jangan khawatir. Tunggulah dan jangan berputus asa”. (Al Sya’rani, al Thabaqat al Kubra hal. 129)
“Hendaklah kalian ber-ittiba’ dan tidak berbuat bid’ah. Hendaklah kalian bermazhab kepada Salafus Shalih. Berjalanlah pada jalan yang lurus”. (Syaikh Abdul Qadir Jailani dlm Al Fath Ar Rabbani, al Majlis 4)
“Ikutilah sunnah Rasul dengan penuh keimanan, jangan membuat bid’ah, patuhlah selalu kepada Allah dan Rasul-Nya, jangan melanggar, junjung tinggi tauhid dan jangan menyekutukan Dia”. (Syaikh Abdul Qadir Jailani dlm FUTUH GHAIB risalah 2).
Nabi bersabda : “Barangsiapa berbuat sesutu yang tidak kami perintahkan, maka perbuatannya tertolak. Hal ini meliputi kehidupan, kata dan perilaku. Hanya Nabilah yang dapat kita ikuti, dan hanya berdasarkan al Qur’anlah kita berbuat. Maka jangan menyimpang dari keduanya ini, agar engkau tidak binasa, dan agar hawa nafsu serta setan tidak menyesatkanmu”. (Syaikh Abdul Qadir Jailani dlm FUTUH GHAIB risalah 36).
-----------------------------------