Siapakah Ulil Amri Yang Wajib Ditaati?
Siapakah ulil amri yang wajib ditaati oleh umat Islam pada saat ini? Pertanyaan ini terkait dengan firman Allah subhanahu wa ta'ala., dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 59, yang mengharuskan kaum Muslimin untuk taat kepada Allah, RosulNya, serta ulil amri di antara kamu dan banyaknya syubhat yang dilontarkan oleh ulama dan da’i suu (jahat) ke tengah-tengah umat. Berikut penjelasan dan kupas tuntas masalah tersebut dalam bentuk tanya jawab. Semoga bermanfaat!
Pertanyaan: siapa (yang dimaksud dengan) ulil amri yang wajib ditaati paada firman Allah: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu (QS. An-Nisa’[4]: 59).
Jawab: Al-Hamdulillah Wa Ba’du, maksud (dari kata) Ulil Amri (dalam ayat ini) menurut para ahli tafsir adalah Para Pemimpin dan Para Ulama’. Para pemimpin mereka adalah wali agama, yang menghukumi dengan syariat agama. Dan para ulama’ mereka adalah yang orang yang mengilmui agama ini, yang mengamalkan agama ini.
Maka maksud Ulil Amri dalam istilah agama, Al-Amru yaitu orang yang menguasai urusan agama ini. sebagaimana sabda nabi SAW: “barang-siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami – yakni agama kami - maka dia tertolak”.
Dan adapun para pemimpin yang menghukumi dengan selain syariat Allah maka mereka bukan Ulil Amri yang disyariatkan karena mereka tidak melaksanakan syariat dan tidak berhukum dengannya.
Dan dijelaskan dalam Shahih Muslim No. 486 dari YAHYA BIN HUSHAIN dari neneknya UMMUL HUSHAIN, YAHYA BIN HUSHAIN berkata: “saya mendengar nenek berkata: saya mendengar nabi shollallahu 'alaihi wa sallam pada Haji Wada’ bersabda: walaupun kalian diperintah/pimpin oleh hamba sahaya yang Mujaddi’ (berkulit hitam) Yang Memimpin Kalian Dengan Al-Qur’an Dan Sunnah maka DENGARKANLAH IA DAN TAATILAH..”.
Dalam Shahih Bukhori No. 3.239 dan No. 6.606 dari MUAWWIYAH radliyallahu 'anhu, dia berkata: sesungguhnya urusan kepemimpinan ini pada suku Quraisy, tidak seorangpun yang memusuhi mereka kecuali pasti Allah akan hinakan wajahnya, selagi mereka (Quraisy) menegakkan agama (HR. Bukhori).
Dan dalam Mushonnaf-nya IBNU ABI SYAIBAH No. 31.852 dengan sanad yang shahih dari ALI BIN ABI THOLIB radliyallahu 'anhu “Hak kewajiban atas imam agar menghukumi dengan yang diturunkan Allah, agar melaksanakan amanah, maka apabila ia melaksanakan yang demikian itu maka hak kewajiban atas kaum muslimin untuk mendengar dan menta’ati dan menjawab seruannya apabila dia menyeru.
Oleh karenanya SYAIKHUL-ISLAM TAQIYUDDIN IBNU TAIMIYAH rahimahullah berkata: Wilayatul-Hukmi adalah kekuasaan yang diberikan dari Allah untuk melaksanakan syariat. Al-MAWAARDIY berkata: “Imamah adalah kekuasaan untuk menggantikan kenabian dalam menjaga agama dan mensiasati dunia. ASY-SYAUKANIY berkata terkait ayat di atas: Ulil Amri mereka adalah Para Imam, Para Sulton, Para Qodhi dan setiap orang yang mempunyai kekuasan syar’i bukan kekuasaan thogutiy. Selesai.
Ada tingkatan iman yang tidak bisa dicapai oleh seorang hamba dengan amalnya. Ia hanya akan mencapainya dengan ujian dan cobaan. Allah ber-irodah untuk meningkatkan imannya, maka Allah pun menetapkan ujian dan menolongnya untuk bersabar dan teguh menghadapinya.
Jadi ini merupakan rahmat dari-Nya bagi sang hamba. Bukankah sekiranya orang-orang musyrik Quraisy tidak merampas harta Shuhaib ar-Rumiy niscaya ia tidak akan mencapai derajat “Wahai Abu Yahya, perniagaanmu benar-benar beruntung.”
Bukankah sekiranya keluarga Yasir tidak merasakan pedihnya siksa yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Quraisy niscaya tidak akan sampai ke darajat, “Bersabarlah wahai keluarga Yasir. Sesungguhnya yang dijanjikan bagi kalian adalah surga.”
Demi, sekiranya bukan karena Anas bin Nadlar tercacah tubuhnya dalam perang Uhud, ia tidak akan mendapatkan kemuliaan ‘Seandainya ia bersumpah, memohon sesuatu kepada Allah, niscaya Allah akan mengabulkannya.’ Kalaulah bukan karena itu, niscaya wajahnya tidak akan berseri-seri dan tidak akan terealisirlah apa yang diinginkannya saat ia bersumpah, ‘Demi Allah, gigi depan Rubayyi’ tidak akan copot.’
Jika bukan karena siksa yang dirasakan oleh Bilal bin Rabah dari tangan Umayyah bin Khalaf dan algojo-algojonya, niscaya ia tidak mendapatkan gelar ‘Bilal, penghulu kita’.
Kalaulah bukan karena kesabaran Yusuf saat digoda dan saat di penjara, ia tidak akan mendapatkan panggilan ‘wahai yang terpercaya’ (Yusuf : 46) Sekiranya bukan karena kesabaran ‘Umar bin Khathab mengenyam pahit-getirnya kebenaran dan keadilan, niscaya tangannya tidak akan terbentang menguasai dunia seisinya, atau seperti banyak dikatakan, ‘Tangannya terbentang, menyentuh bumi dengan kilau perhiasan.’
Sekiranya bukan karena kesabaran ‘Umar bin ‘Abdul’aziz mengenyam pahit-getirnya kebenaran dan keadilan, ia tidak akan diakui sebagai khalifah yang kelima. Jika bukan karena kesabaran ashhaburraji’ atas apa yang menerpa mereka di jalan Allah, niscaya mereka tidak akan menjadi orang-orang yang dimaksud oleh Allah dalam firman-Nya وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِى نَفْسَهُ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ Dan di antara manusia ada yang menjual nyawanya demi mengharapkan keridlaan Allah. (al-Baqarah : 207).
Jika bukan karena kesabaran Sa’ad bin Mu’adz, perjuangannya di jalan Allah, darahnya yang mengalir saat perang Khandaq, dan hukumnya yang adil terhadap Bani Quraizhah, niscaya ia tidak akan meraih derajat ‘’Arsy ar-Rahman berguncang saat kematian Sa’ad’ Jika bukan karena kesungguhan, pengorbanan, dan kesabaran ‘Abdullah bin Haram saat perang Uhud dan sebelumnya, ia tidak akan meraih derajat, ‘Wahai hamba-Ku, berangan-anganlah, niscaya Aku akan memberikannya kepadamu.’
Andai bukan karena kesabaran Ahmad bin Hambal dalam menghadapi siksaan dan keteguhannya di atas kebenaran, ia tidak akan mencapai gelar ‘imam ahlussunnah’.
Andai bukan karena kesabaran dan keteguhan Sayyid Quthb dalam menghadapi ujian dan saat digantung, kata-katanya tidak akan dikenang, dan buku-bukunya pun tidak akan tersebar dan berpengaruh di berbagai belahan dunia.
Dus, jika Allah ber-irodah untuk memilih sebagian hamba-Nya supaya menjadi syuhada`, Dia akan menguasakan musuh kepada mereka yang akan membunuh dan menumpahkan darah mereka dalam cinta dan ridla-Nya, supaya mereka mengorbankan jiwa mereka di jalan-Nya.
Syahadah adalah derajat tertinggi setelah derajat para Nabi dan Shiddiqin. Syuhada` adalah orang-orang yang berkorban untuk Rabbnya. Mereka telah ridla kepada Allah, dan Allah pun telah memilih mereka untuk-Nya sendiri. Karena itulah Allah mengadakan sebab-sebab untuk itu.
Allah menjadikan musuh-Nya ~ yang juga musuh orang-orang yang beriman ~ sebagai sebab tercapainya syahadah orang-orang yang beriman. Sungguh derajat yang tinggi. Apabila Allah ber-irodah untuk mengangkat para da’i dan para mujahid ke derajat ini, maka mereka harus terbunuh di tangan musuh. Di sana ada dosa besar yang hanya dapat dihapus oleh kebaikan yang besar atau ujian yang berat. Maka Allah menetapkan ujian bagi wali-wali-nya, supaya dosa-dosa mereka terhapuskan; yang kecil ataupun yang besar, yang tampak ataupun yang kasat mata, yang awal ataupun yang akhir, sampai tak tersisa lagi satu kesalahan pun. Lalu mereka menghadap Rabbnya sedangkan dosa-dosa mereka telah berguguran. Kemuliaan yang tak terkira dan derajat yang sangat tinggi! Kiranya inilah yang diisyaratkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidziy dari Abu Hurairah katanya, Rasulullah bersabda, مَا يَزَالُ الْبَلاَءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ Ujian akan terus menimpa seorang mukmin; laki-laki dan perempuan, menimpa dirinya, anaknya, dan hartanya, sehingga ia berjumpa dengan Allah tanpa membawa dosa.
Wallahu’alam bis showab!