Meskipun Ustadz Rois Abu Syaukat telah divonis hukuman mati oleh Thoghut dan kini masih menantinya dalam dekaman di pulau penjara Nusa Kambangan, ujian itu tak menggoyahkan keistiqomahan beliau dalam menapaki jalan Jihad ini. Ia bahkan masih memberikan banyak nasehat bagi kaum muslimin perindu tegaknya Syari'at Islam, para da'i dan mujahidin untuk tetap tegar.
Berikut kami hadirkan salah satu catatan nasehat beliau :
KEJUJURAN
الحمد لله بنعمه الاىما ن والصلا ة والسلام على رسول الله وعلى اله و اصحابه و من تبعه الى يوم القيامة اما بعد
Allah subhannahu wa ta’alla berfirman dalam Surat al Ahzab 23 – 24 :
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya), supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menyebutkan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad tentang Anas bin Nadhir. Sahabat Anas bin Malik menceritakan bahwa pamannya yaitu Anas bin Nadhir tidak ikut dengan Rasulullah dalam perang Badr, Sehingga ia mengalami tekanan batin karenanya.
Kemudian Anas bin Nadhir mengatakan, “Aku tidak ikut dengan Rasulullah dalam permulaan perang yang diikuti olehnya. Sesungguhnya jika Allah memberikan kesempatan kepadaku dalam perang lain sesudah perang ini, aku akan ikut dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam dan sungguh Allah akan menyaksikan apa yang akan aku perbuat dalam perang tersebut.” Ia tidak berani mengatakan hal yang lebih banyak dari itu.
Dalam perang Uhud ia ikut dengan Rasulullah dan ia berpapasan dengan Mu’adz bin Jabal, lalu ia berkata kepadanya, “Hai Abu ‘Amr! Kemanakah engkau lari? Sesungguhnya aku mencium angin surga dari arah bukit Uhud ini.”
Maka Anas bin Nadhir maju memasuki barisan musuh hingga ia gugur dijalan Allah (syahid). Ternyata ditubuhnya ditemukan lebih dari 80 luka karena sabetan pedang dan tusukan tombak juga lemparan anak panah.
Saudari perempuannya (Ar Robi’ binti an Nadhir) menyatakan, “Aku tidak mengenali saudara laki-lakiku melainkan melalui jari telunjuknya (karena mayatnya susah dikenali).”
Selanjutnya Anas bin Malik mengatakan bahwa berkenaan dengan peristiwa ini, maka turunlah firman Allah dalam surat al Ahzab ayat 23 tersebut diatas. Ayat diatas merupakan pujian Allah dan juga sanjungan Allah kepada orang-orang yang jujur.
Ayat tersebut juga mengabarkan kepada kita bahwa orang-orang beriman itu banyak tetapi tidak semuanya mereka menjadi Rijal. Rijal disini bukan berarti jenis kelamin, tetapi kata rijal disini mengandung arti kepada sifat yaitu sifat seorang lelaki yang pemberani dan perwira. Mereka adalah para lelaki perwira yang berjanji kepada Allah dengan jujur, lalu mereka menunaikan janjinyakepada Allah yaitu membela Dien ini dan membela Allah pun RasulNya dengan berjihad fii sabilillah sampai sebagian diantara mereka dalam menunaikan janjinya tersebut gugur dijalan Allah sebagai syuhada’. Dan sebagian lagi masih hidup dan terus memikul tanggung jawab membela dienullah tanpa sedikitpun mengubah janjinya kepada Allah.
Kemudian dalam ayat selanjutnya, Allah menjanjikan kepada mereka dengan sebab kejujuran mereka, Dia memberikan balasan surga kepada mereka. Sebagaimana firman Allah dalam surat an Nisa’ 69-70 :
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan RasulNya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu, nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.”
Ayat yang mulia ini menjelaskan kepada kita bahwa barang siapa taat terhadap Allah dan Rasul-nya, dan mereka jujur serta ikhlas dalam ketaatannya terhadap Allah dan Rasul-nya maka mereka di surge kelak akan dikumpulkan bersama-sama para nabi, shiddiqin, syuhada dan sholihin. Hal tersebut Allah anugrahkan kepada mereka dikarenakan kejujuran mereka dalam berjanji dan menunaikan janjinya kepada Allah dan RasulNya untuk membela dan meninggikan kalimat Allah.
Di dalam tafsirnya, Ibnu katsir menuliskan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Malik bin Anas dari Abu Said al Khudry yang menceritakan bahwa, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda :
“Sesungguhnya penduduk surga itu benar-benar memandang penduduk ghurof (kedudukan tertinggi di dalam surga) yang berada diatas mereka, sebagaimana kalian memandang bintang-bintang gemerlapan yang jauh berada di ufuk timur atau ufuk barat Karena adanya perbedaan keutamaan diantara mereka. Para sahabat bertanya, “ Wahai Rasulullah, (apakah) tempat itu adalah tempat kediaman para nabi yang tidak dapat dicapai selain mereka? “ Rasulullah menjawab بلى والذ ى نفس بيده رجال امنوا با الله و صدقو المرسلين “ Tidak, Demi (rabb) yang jiwaku berada dalam genggamannya. (mereka adalah) para lelaki yang beriman kepada Allah dan Rasul.”
Hadist ini diketengahkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim dalam shohihain melalui hadist Malik, lafadz berdasarkan yang terdapat dalam Shohih Muslim.
Dari ayat-ayat diatas banyak pelajaran yang dapat kita ambil, diantaranya adalah : Tidak semua orang-orang yang mengaku beriman memiliki sifat rijal. Hanya orang-orang terbaik diantara yang terbaik diantara orang-orang beriman yang memiliki sifat seperti ini.
Mereka adalah orang-orang yang jujur dengan keimanannya, mereka membela Allah dan RasulNya dengan sepenuh hati dan tanpa keraguan. Kejujuran disini kaitannya adalah dengan keikhlasan.
Hal ini bisa kita lihat dari sebab turunnya ayat, yaitu tentang sahabat Anas bin Nadhir yang berkata ketika tidak mengikuti perang Badr, “Aku tidak ikut dengan Rasulullah pada permulaan perang yang diikuti olehnya. Sesungguhnya jika Allah memberikan kesempatan kepadaku dalam perang lain sesudah perang ini aku akan ikut dengan Rasulullah sholallahu ‘alaihi Wa Salam dan sungguh Allah akan menyaksikan apa yang akan aku perbuat dalam perang tersebut.”
Di atas ada kalimat “Sungguh Allah akan menyaksikan apa yang akan aku perbuat dalam perang tersebut”. Maknanya, Anas bin Nadrir hanya ingin amalannya dilihat dan diperuntukan kepada Allah, bukan untuk dan karena yang lain. Ini menunjukan kalimat keikhlasan, kejujuran tidak dapat dipisahkan dengan keikhlasan.
Karena keikhlasan yang akan menimbulkan kejujuran. Keikhlasan adalah pondasi dan pokok dalam Dien ini. Tanpa keikhlasan amalan dan ibadah pasti akan tercampur dengan kesyirikan, baik syirik asghor atau bahkan syirik akbar sehingga otomatis kejujuran akan hilang karena kesyirikan akan menyebabkan seseorang beramal ingin mendapatkan sesuatu diluar Allah.
Allah menjelaskan hal ini dalam firmanNya :
“Dan janganlah ia mempersekutukan (berbuat syirik) dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada RabbNya.” (Al Kahfi 110)
Hal ini bertolak belakang dengan keikhlasan. Ikhlas disini maknanya adalah hanya memaksudkan segala ketaatan dan amal ibadah kepada Allah serta hanya mengharap balasan dan pujian dari Allah semata saja.
Ikhlas adalah inti dari Dienullah ini, Allah subhanahu wa ta’alla berfirman :
“Dan mereka tidak diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah seraya memurnikan ketaatan kepada Allah.” (Al Bayyinah 5)
“Katakanlah! Sesungguhnya aku diperintahkan supaya beribadah kepada Allah, Seraya memurnikan ketaatan hanya kepada-nya.” (Az Zumar 11)
“Maka beribadahlah kepada Allah dan mengikhlaskan (memurnikan) ketaatan hanya kepada-nya, Ketahuilah hanya untuk Allah-lah ketaatan yang ikhlas (murni).” (Az Zumar 2-3)
Dari keterangan nash-nash diatas, dapat dilihat secara gamblang dan jelas bahwa Allah tidak akan menerima amal ibadah apapun tanpa keikhlasan. Syarat sahnya dan syarat diterimanya amalan seseorang bahkan syarat sah dan diterimanya Dien (agama) seseorang adalah ikhlas, yakni memurnikan ketaatan hanya kepada Allah saja.
Hal inilah yang Allah bebankan kepada para Rasul, yaitu untuk menyampaikan kepada manusia tentang keharusan berbuat ikhlas. Sebagaimana firman Allah:
“Dan sungguh telah kami utus kepada setiap umat seorang Rasul (yang menyerukan), hendaklaholeh kalian ibadahi Allah saja dan jauhilah thaghut”. (An Nahl 36)
Itulah inti tugas para Rasul, mereka menyerukan “Hendaklah oleh kalian ibadahi Allah saja”, maknanya para Rasul diperintahkan oleh Allah subhanahu wa taalla untuk menyeru umatnya agar hanya menyembah Allah saja.
Artinya hanya memurnikan (mengikhlaskan) peribadatan hanya kepada Allah saja tidak kepada yang lainnya. Makna ikhlas disinipun berkaitan syarat dengan tauhid ketika seseorang hanya menyembah dan beribadah hanya kepada Allah saja, maka dia telah merealisasikan salah satu tuntutan Tauhid. Seseorang yg tauhidnya tidak lurus atau tidak bersih maka dia tidak bisa ikhlas selamanya, yang otomatis dia pun tidak bisa berlaku benar dan jujur dalam segala hal.
Perjuangan dalam memikul dan menegakan Dien ini serta keberlangsungannya tidak akan bisa diemban dan dilaksanakan kecuali oleh orang-orang beriman yang jujur. Hal ini bisa kita lihat dan saksikan dari berbagai hadist dan siroh tentang para sahabat ygang mereka adalah orang-orang yang pertama-tama membenarkan dan beriman kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, serta mereka membelanya dengan segenap pengorbanan baik harta, jiwa dan kelurga.
Firman Allah dalam surat al Hasyir ayat 8 :
“(Juga) untuk orang-orang fakir yang yang terusir dari kampung halamannya dan meninggalkan harta bendanya demi mencari karunia dari Allah dan keridhoannya dan demi menolong (Dien) Allah dan RasulNya. Mereka itulah orang-orang yang berani (jujur).”
Ayat diatas menerangkan secara gamblang dan jelas, bahwa hanya orang-orang yang jujurlah yang akan membela Allah dan RasulNya dengan mengorbankan segenap yang mereka miliki. Mereka tidak pernah ragu membela Allah dan RasulNya walau apapun resikonya, mereka tidak pernah takut menjadi miskin, terusir dari kampong halaman atau bahkan mengorbankan nyawa sekalipun.
Mereka adalah orang-orang yang selalu ikhlas dalam beramal dan mereka tidak mengharap sesuatu apapun sebagai imbalan kecuali hanya karuni dan ridho Allah yang mereka cari. Kita bisa saksikan dan pelajari lewat siroh bahwa hanya orang-orang yang jujur dan ikhlaslah yang bisa memikul tanggung jawab yang Allah bebankan kepada umat ini.
Kita bisa lihat bagaimana pengorbanan Assabiqunal Awwalun yang beriman kepada Nabi ketika di Makkah mereka adalah orang-orang yang jujur dan memegang teguh janjinya kepada Allah dan RasulNya untuk tetap diatas keimanan. Bagaimana kisah penyiksaan dan penindasan orang-orang musyrik yang menjadi musuh Allah, musuh RasulNya dan musuh orang-orang yang beriman terhadap para sahabat waktu itu.
Keluarga Yasir radhiyallahu ‘anhu disiksa oleh kaum musyrikin supaya kembali kafir, tetapi mereka tetap berpegang teguh terhadap janjinya kepada Allah untuk tetap diatas kebenaran. Sampai akhirnya Yasir dibunuh, Sumayyah (istri Yasir) pun dibunuh dengan cara ditusuk dengan tombak dari kemaluan hingga tembus ke kepala.
Kenapa mereka bisa sabar menghadapi siksaan yang sangat keji tersebut, Sehingga mereka tetap berada diatas keimanan? Jawabannya adalah kejujuran mereka dalam beriman dan berjanji kepada Allah sehingga menimbulkan keikhlasan dan kesabaran dalam menghadapi segala ujian.
Kita pun bisa menyaksikan bagaimana Khabab bin ‘Arats disiksa kaum musyrikin, bahkan sampai sekujur tubuhnya di sayat-sayat dan di setrika oleh musyrikin. Bagaimana ketabahan dan kesabaran Bilal bin Rabah dalam menghadapi siksaan kaum musyrikin. Ini pun tidak mungkin terjadi kecuali disebabkan kejujuran mereka ketika berjanji kepada Allah dan RasulNya untuk memelik dan membela dien ini.
Lalu setelah itu, kita pun bisa menyaksikan periode ketika Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya pada awal-awal hijrah ke Madinah. Bagaimana sabar dan ikhlasnya untuk menghadapi berbagai ujian sampai kemudian terjadi peristiwa perang Badar Qubro.
Awalnya Rasulullah dan para sahabatnya hanya bermaksud hendak mencegat kafilah dagang Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Tapi rencana ini tercium oleh Abu Sufyan sehingga dia dan rombongannya merubah rute perjalannya tidak melalui tempat yang biasa mereka lewati. Bahkan Abu Sufyan mengirim berita ke Makkah dan meminta pertolongan agar dikirim pasukan untuk menghadapi Rasulullah dan para sahabatnya. Sampai kemudian terjadilah pertemuan dan saling berhadapan antara pasukan Quraisy dengan Rasulullah dan para sahabatnya.
Sebagian sahabat saat itu sempat agak ragu untuk bertempur, karena niat mereka pada saat itu hanya hendak mencegat kafilah dagang saja. Tapi sekarang mereka dihadapkan pada situasi harus bertempur dan berperang, padahal mereka tidak mempersiapkan peralatan perang.
Sebagaimana Allah kabarkan pada kita dalam firmannya didalam surat al Anfal ayat 5-7 :
“Sebagaimana Rabb-mu menyuruhmu keluar dari rumahmu dengan kebenaran, meskipun sebagian orang-orang yang beriman itu membencinya (tidak menyukainya). Mereka membantahmu (Muhammad) tentang kebenaran setelah nyata (bahwa mereka pasti menang), seakan akan mereka dihalau kepada kematian sedang mereka melihat (sebab kematian itu) . Dan (ingatlah) ketika Allah menjanjikan kepada kalian bahwa salah satu dari dua golongan (yang kalian hadapi) adalah untuk kalian, Sedangkan kalian menginginkan bahwa yang tidak memiliki kekuatan senjatalah untuk kalian (hadapi). Tetapi Allah hendak membenarkan yang benar dengan ayat-ayatnya (kalimat-kalimatnya) dan memusnahkan orang kafir sampai ke akarnya.”
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengenai ayat ini menuliskan, bahwa Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan mana firmanNya, “Sebagaimana Rabb-mu menyuruhmu pergi (keluar). Demikian pula mereka membantah kamu dalam perkara yang haq.” (al Anfal 5)
As Saddi mengatakan bahwa sehubungan dengan keberangkatan kaum muslimin menuju medan perang Badr serta bantahan mereka kepada Nabi sholallahu alaihi wasallam dalam hal ini, maka Allah menurunkan firmanNya, “Sebagaimana Rabb-mu menyuruhmu pergi (keluar) dari rumahmu dengan haq (kebenaran), dan sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu membencinya (tidak menyukai).” (al Anfal 5).
“Mereka berangkat untuk mencari orang musyrik. Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (kebenaran itu).” (Al Anfal 6).
Sebagian ulama tafsir ada yang mengatakan bahwa mereka menanyakan tentang, “Pembagian harta rampasan kepadamu (Muhammad). Sebagaimana mereka membantahmu dalam perang Badar. Mereka mengatakan engkau memberangkatkan kami untuk menghadang iringan kafilah. Mengapa engkau tidak memberitahu kami sejak semula bahwa kita akan menghadapi peperangan. Sehingga kami dapat membuat persiapan lebih dahulu untuk mengahadapinya.”
Menurut kami sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alayhi wasallam berangkat dari Madinah bersama pasukan kaum muslimin pada mulanya hanya untuk menghadang kafilah dagang Abu Sufyan yang beritanya telah diketahui oleh beliau, bahwa kafilah tersebut pulang dari Syam dengan membawa harta berlimpah milik orang-orang kafir Quraisy. Maka Rasulullah membangkitkan semangat kaum muslimin yang memiliki kemampuan untuk berangkat, kemudian beliau sholallahu ‘alaihi wassalam berangkat bersama 300 orang lebih beberapa belas.
Rasulullah memakai jalan menuju ke pantai menggunakan jalan yang melewati Badr. Sedangkan Abu Sufyan mengetahui keberangkatan Rasulullah untuk menghadangnya. Maka Abu Sufyan mengirimkan Damdam ibn Amr untuk menyampaikan peringatan kepada penduduk Makkah bahaya yang sedang dihadapinya.
Maka bangkitlah dari kalangan penduduk Makkah suatu pasukan yang terdiri dari 1000 orang dengan senjata yang lengkap. Jumlah mereka berkisar 900-1000 orang. Selanjutnya Abu Sufyan mengambil jalan kanan bersama rombongannya meniti jalan tepi pantai hingga selamat dari hadangan kaum muslimin.
Lalu (dari arah lain) pasukan kaum musyrikin (berangkat) dan tiba di sumur Badar, lalu Allah mempertemukan pasukan kaum muslimin dan orang-orang kafir . Tanpa ada (perjanjian) penentuan waktu terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan oleh Allah untuk meninggikan kalimat kaum muslimin dan menolong mereka dalam menghadapi musuh-musuhNya, serta untuk membedakan perkara-perkara yang haq dengan yang batil seperti yang akan dijelaskan kemudian.
Al Hafidz Abu Bakar ibnu Mardawaih mengatakan dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad at Tabrani (dari beberapa perawi). Dari Aslam Abu Imron bahwa ia pernah mendengar Abu Ayyub menceritakan hadist berikut :
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda ketika kami (para sahabat) berada di Madinah, “Sesungguhnya aku mendapat berita bahwa iringan kafilah Abu Sufyan telah kembali. Maka maukah kalian berangkat untuk menghadang kafilah ini? Mudah-mudahan Allah menjadikan sebagai ghonimah untuk kita.”
Maka kami menjawab, “Ya!” Lalu Nabi berangkat dan kami ikut bersamanya.
Ketika perjalanan satu atau dua hari telah kami lewati Nabi sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda kepada kami, “Bagaimanakah pendapat kalian dengan memerangi kaum itu (Qura’isy), karena sesungguhnya mereka telah mendengar keberangkatan kalian?”
Kami menjawab, “Tidak. Demi Allah kami tidak mempunyai kekuatan yang cukup untuk berperang melawan musuh, tetapi kami hanya menginginkan rombongan kafilah itu.”
Nabi bersabda, “Bagaimana menurut kalian dengan memerangi kaum itu?”
Kami menjawab dengan jawaban yang sama. Maka Miqdad ibn Amr berkata, “Kami tidak akan mengatakan kepadamu (Wahai Rasulullah) seperti apa yang diucapkan oleh kaum Musa, ‘Pergilah engkau bersama Rabbmu dan berperanglah kalian berdua. Sesungguhnya biarkan kami duduk menanti disini saja.’ ( Al Maidah 24)”
Dalam Shohih Bukhori dilanjutkan, “Tetapi kami akan berperang bersamamu, dikananmu, dikirimu, didepanmu dan dibelakangmu.”
Maka aku melihat keceriaan dan kegembiraan diwajah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam. Abu Ayyub al Anshori mengatakan, “Setelah itu kami, semua golongan Anshor berharap seandainya saja kami mengatakan seperti apa yang dikatakan Miqdad hal itu lebih kami sukai dari pada memiliki harta yang besar.”
Ibnu Mardawaih meriwayatkan pula, bahwa Rasulullah sholallahu alaihi wassalam berangkat menuju Badar, dan ketika sampai di Rouha beliau berkhutbah kepada semua orang, “Bagaimanakah pendapat kalian?”
Maka Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah telah sampai berita kepada kami bahwa mereka (pasukan kaum musyrik Quraisy) telah berada ditempat ini dan itu.”
Rasulullah berkhutbah lagi dan mengatakan, “Bagaimanakah pendapat kalian?”
Lalu Saad bin Muadz berkata, “Wahai Rasulullah apa yang engkau maksudkan adalah kami? Demi Rabb yang telah memuliakanmu dan telah menurunkan Al Kitab (Qur’an) kepadamu, saya hanya mengikuti jalanmu saja dan tidak tahu menahu. Seandainya engkau berjalan sampai ke Barkil Ghimad bagian yang terjauh dari negeri Yaman pasti saya akan berjalan bersamamu dan tidak akan seperti orang-orang yang mengatakan kepada Musa, ‘Pergilah kamu bersama Rabb-mu dan berperanglah kalian berdua, Sesungguhnya biarkan kami hanya duduk menanti disini saja.’ (Al Maidah : 24).”
“Tetapi kami akan mengatakan, pergilah engkau bersama Rabb-mu dan berperanglah kalian berdua. Sesunguhnya kami akan berperang menyertaimu. Barangkali engkau berangkat karena suatu perintah. Lalu Allah memerintahkanmu hal lainnya lagi, maka tunggulah apa yang akan diputuskan Allah kepadamu lalu berangkatlah menunaikannya. Hubungkanlah tali orang yang engkau kehendaki dan putuskanlah tali orang yang engkau kehendaki. Perangilah orang yang engkau kehendaki dan berdamailah dengan orang yang engkau kehendaki. Ambillah dari harta kami sebanyak apa yang engkau kehendaki.”
Subhanallah, betapa beraninya para sahabat mengorbankan apa yang mereka miliki demi membela Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam dan mengikuti semua keinginan dan perintah beliau tanpa memikirkan resikonya. Hal itu tidak mungkin bisa terjadi kecuali karena mereka adalah orang-orang yang perwira , keperwiraannya tersebut berasal dari kejujuran yang menimbulkan keikhlasan yang dilandasi oleh akidah yang lurus dan tauhid yang benar.
Oleh sebab kejujuran mereka , maka Allah dan RasulNya menjamin Ahlul Badar dengan diampuni seluruh dosa mereka dan menjamin mereka masuk surga tanpa dihisab. Mereka adalah orang-orang terbaik yang pertama-tama membela Dien ini.
Syaikh Nashir bin Fadh menyatakan bahwa hanya orang-orang berimanlah yang berhak dan bisa bertanggung jawab memikul amanah membela dien ini. Allah tidak mau orang-orang selain mereka terlibat dalam hal ini. Setelah peristiwa perang Badar maka berbondong-bondong penduduk Madinah masuk islam. Mereka terbagi dari berbagai golongan dan strata masyarakat. Mereka masuk Islam setelah melihat bahwa islam memiliki kekuatan yang dapat mengalahkan pasukan super power saat itu.
Banyak orang pada saat itu masuk islam karena takut, kagum atau khawatir kehilangan pengaruh di tengah masyarakat. Setelah perang Badar kemudian terjadi perang Uhud, orang musyrik Quraisy ingin membalas kekalahan mereka pada perang Badar. Pasukan kaum muslimim segera bersiap dan berbondong pergi menuju bukit Uhud.
Tapi Allah tidak mau dien ini dibela oleh orang-orang munafik yang dimotori oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Maka hanya tinggal tersisa pasukan setengahnya lagi yang melanjutkan perjalanan ke medan Uhud. Ketika perang berkecamuk, Allah pun masih menguji orang-orang beriman, Ketika pasukan kaum mukminin memperoleh kemenangan ditengah-tengah kecamuk perang sebagian pasukan melanggar perintah Rasulullah.
Sehingga kondisi bebalik, sekarang pasukan mukminin dibawah tekanan. Mereka kocar kacir, banyak diantara mereka yang lari dari pertempuran. Saat itu Rasulullah sholallahu alaihi wassalam terkepung oleh kaum musyrikin. Bahkan ada salah seorang dari mereka berhasil melemparkan tombaknya dan mengenai pipi beliau hingga salah satu gigi beliau patah dan nyawa beliau terancam pada saai itu.
Pada saat itu tampillah orang-orang yang paling jujur dan paling ikhlas serta paling lurus tauhidnya. Mereka dengan sigap membentengi Rasulullah dengan tubuh mereka. Abu Tholhah saat itu memeluk Rasulullah dan menjadikan punggungnya sebagai tameng bagi Rasulullah sholallahu alaihi wassalam, hingga punggungnya penuh dengan luka akibat sabetan pedang dan tusukan tombak.
Demikian juga pada peristiwa peperangan yang lainnya yang terjadi pada zaman Rasulullah dan setelahnya sampai hari kiamat kelak. Hanya orang-orang jujurlah yang akan sanggup memikul beban perjuangan ini untuk menegakkan kalimatullah dimuka bumi ini. Perang Ahzab, Perang Khaibar, Perang Hunain dan perang-perang lainnya dalam rangka membela dien ini.
Hanya orang-orang yang jujur dengan janjinya terhadap Allah saja yang berperan dan mampu mengatasi berbagai beban yang menimpa mereka. Sebagian diantara mereka ada yang gugur sebagai syuhada’ dalam rangka menunaikan janjinya kepada Allah. Dan sebagian lainnya tetap hidup dengan tetap istiqomah memegang dan memenuhi janjinya kepada Allah.
PERINGATAN : Ketika seseorang melangkah dengan tujuan membela Dien ini tanpa dilandasi tauhid dan akidah yang lurus. Maka ketika beramal mereka tidak mungkin bisa ikhlas sehingga kejujuran pun jauh dari mereka. Banyak kita saksikan tokoh-tokoh pergerakan baik yang bergerak dibidang dakwah ataupun dimedan jihad.
Mereka futur ditengah jalan. Hal ini terjadi karena ketiadaan kejujuran mereka terhadap Allah yang berasal dari kotor dan bengkoknya akidah mereka. Tauhid adalah pokok dari segala hal. Ketika tauhidnya lurus maka keikhlasan dan kejujuran akan mengikuti sehingga ketika beramal dia hanya mengharap karunia dan pahala dari Allah semata.
Berbeda dengan orang-orang yang tauhid dan akidahnya bengkok dan kotor ketika beramal segala amal mereka selalu tersisipi atau bahkan di dominasi oleh keinginan dan hawa nafsu dunia semata. Meraka tidak terlalu peduli apakah amal mereka telah sesuai dengan ketentuan atau tidak. Atau bahkan mereka tidak peduli apakah Allah ridho atau tidak terhadap amal yanjg mereka lakukan karena tujuan mereka adalah dunia.
PENUTUP : Syarat diterima suatu amal adalah ikhlas dan ittiba’. Kedua hal tersebut harus ada dalam setiap amalan. Hilang salah satunya maka amalan tersebut tidak akan diterima oleh Allah apalagi sampai hilang dua-duanya. Keikhlasan adalah buah dari akidah yang lurus dan tauhid yang bersih, Demikian juga ittiba adalah buah dari kejujuran. Tanpa tauhid yang bersih dan akidah yang lurus makakeikhlasan dan kejujuran tidak mungkin bisa diraih, Sehingga sia-sia seluruh amal yang dilakukan.
Pelajari, Pahami dan amalkan tauhid yang bersih dan akidah yang lurus. Agar semua amal diterima oleh Allah.
Di Tulis di LP Kembang Kuning.
7 Oktober 2013/ 2 Dzuhijjah 1434 H
RO’IS ABU SYAUKAT
Sumber: Shoutussalam
Posting Komentar